Selasa, 16 September 2008

SAKIT MAG, BOLEH TIDAK PUASA?

PUASA WANITA HAMIL DAN MENYUSUI

Tanya : Bagaimana tinjauan syar`i tentang kewajiban puasa bagi wanita hamil dan menyusui? Apakah ada rukhsah (keringanan)? Kapan dan bagaimana ruhsah itu bisa digunakan? Kemudian tentang kewajiban meng-qhada` apakah boleh dicicil? dengan fidyah atau tanpa fidyah? Bagaiamana dengan alternatif yang diberikan pada seorang ibu yang hamil (lemah) dan ibu yang menyusui bayinya yang masih kecil atau bahkan belum mendapat makanan tambahan? Bolehkah ia sehari puasa sehari tidak agar tidak berat mengqadha`nya kelak?Bagaiamana klasifikasinya?

Jawab : Pada dasarnya puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap mukallaf muslim yang berakal dan sudah baligh. Sesuai firman Allah SWT. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al Baqarah:183).

Seorang ibu yang hamil termasuk dalam cakupan ayat di atas yang berarti wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Apabila ia tidak sanggup berpuasa karena kondisi fisiknya yang tidak memungkinkan berarti statusnya seperti orang yang sakit. Maka ia mendapatkan rukhsah (keringanan) untuk berbuka dengan kewajiban meng-qadha (mengganti) di hari yang lain selain bulan Ramadhan tanpa membayar fidyah. Allah SWT berfirman: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (QS. albaqarah:184).

Adapun jika ia sanggup melaksanakan puasa tapi khawatir berbahaya bagi kandungannya, maka ia mendapatkan keringanan untuk berbuka dengan kewajiban qadha` serta membayar fidyah. Qadha sebagai ganti puasa yang ditinggalkan, sedangkan fidyah karena keduanya termasuk dalam ayat: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (QS. albaqarah:184).

Ibnu Abbas berkata, “Ayat ini adalah rukhsah bagi orang yang lanjut usia, laki-laki dan perempuan, wanita hamil dan menyusui jika khawatir terhadap anak-anaknya maka keduanya boleh berbuka dengan memberi makan (fidyah).” (HR. Abu Dawud).

Hal yang sama juga diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. dan tak seorangpun dari sahabat yang menyalahinya (Lihat: Al Mughni, Ibnu Qudamah Juz 3 hal 80).

Kewajiban membayar fidyah tanpa qadha hanya berlaku baginya bila tidak bisa diharapkan punya kesanggupan untuk mengqadha dihari-hari lain sampai pada masa-masa berikutnya berdasarkan hasil pemeriksaan dua orang dokter muslim yang terpercaya, sehingga hukumnya disamakan seperti orang yang lanjut usia. “Dari `atha`, ia mendengar Ibnu Abbas membaca (ayat yang artinya) “Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin “. Ibu Abbas berkata, ‘Ayat ini tidak dinasakh (dihapus). Ia untuk orang lanjut usia, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak sanggup berpuasa,” (HR. Muslim).

Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Muadz bin Jabal diriwayatkan semisal hadits Salamah. disebutkan,”Kemudian Allah menurunkan (ayat yang artinya),’Siapa diantara kamu hadir di bulan Ramadhan, maka hendaklah ia puasa pada bulan itu.’ Maka Allah menetapkan puasa Ranmadhan bagi bagi orang yang mukmin dan sehat dan memberikan rukhsah bagi orang yang sakit dan musafir. Sedangkan memberikan makan (fidyah) ditetapkan bagi orang lanjut usia yang tidak sanggup lagi berpuasa (Ringkasan Riwayat Ahmad dan Abu Dawud). Qadha dapat dilakukan sesuai kesanggupan seseorang. Bila seorang ibu tidak berpuasa karena khawatir kondisi fisiknya sendiri maka ia wajib meng-qadha. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap kandungannya, maka ia wajib mengqadha dan membayar fidyah.

PUASA BAGI MANULA

Tanya : Seseorang yang sudah lanjut usia dan tidak lagi mampu berpuasa, apa yg harus dilakukan?

Jawab : seseorang yang lanjut usia dan tidak lagi mampu berpuasa maka dia harus membayar fidyah, yaitu memberi makan pada fakir miskin sejumlah hari dimana ia tidak puasa. Adapun kadar makanan yg diberikan adalah setengah sha` atau dua mud, atau sekitar 1,1 kg beras. Dapat juga berupa makanan matang atau uang yang senilai harganya.

PUASA PEKERJA KERAS

Tanya : Saya seorang petani yang bekerja keras di sawah. Bolehkah saya tidak berpuasa di bulan Ramadhan?

Jawab : Puasa adalah rukun Islam yang harus dijaga oleh setiap muslim. Karenanya setiap muslim dan muslimah yang sudah baligh wajib berpuasa kecuali ada sebab syar`i yang membolehkannya tidak berpuasa. Para petani atau pekerja keras lainnya juga diwajibkan menghormati bulan Ramadhan dan harus berusaha untuk berpuasa. Sudah seharusnya mereka menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi di bulan puasa. Para pekerja diperbolehkan tidak berpuasa jika benar-benar tidak mampu, pada saat terlalu payah dan tidak kuat, diperbolehkan berbuka. Kondisinya dianalogikan seperti orang sakit yang boleh berbuka, kemudian harus menggantinya dihari lain.

PUASA ORANGTUA SAKIT-SAKITAN

Tanya : Ayah saya sakit-sakitan sehingga jika datang bulan Ramadhan ia tidak dapat berpuasa. Apa yang harus saya lakukan?

Jawab : Bagi orang yang tidak mampu berpuasa, maka Islam tidak memaksakannya untuk berpuasa. Allah SWT berfirman: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286)

Jika ayah anda masih relatif muda dan ada kemungkinan sembuh dari penyakitnya, maka dia wajib meng-qhada` ketika sembuh. Tapi kalau ayah anda sudah tua dan penyakitnya sulit disembuhkan, maka dia dikenakan fidyah berupa memberi makan kepada fakir miskin sebanyak puasa yang ditinggalkannya, sesuai dengan firman Allah: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin” (QS. albaqarah:184).

SAKIT MAG, BOLEH TIDAK PUASA?

Tanya : Istri saya sakit mag, dan dokter menyarankan agar makan rutin dan teratur selama kurang lebih lima tahun. Dia sudah berusaha untuk puasa, tapi tidak kuat. Apa yang harus saya lakukan. bolehkah membayar fidyah saja?

Jawab : Jika kondisinya seperti itu dan sudah ditanyakan kepada dokter muslim yang terpercaya dan juga sudah mencoba puasa tapi tidak kuat, maka tidak apa-apa bagi dia tidak berpuasa sampai dia mampu berpuasa. Setelah itu, dia wajib membayar utang puasa yang ditinggalkannya. Adapun fidyah dilakukan jika memang tidak mampu sama sekali berpuasa selamanya, sedangkan sakitnya tidak bisa lagi diharapkan sembuh. Firman Allah SWT: “Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah:184)

MINUM TABLET PENAHAN HAID

Tanya : Bolehkah seorang muslimah menggunakan obat untuk menolak haidh atau memperlambat haidh selama bulan Ramadhan agar dapat berpuasa?

Jawab : Seorang muslimah dibolehkan minum obat penahan haidh, jika tidak berbahaya bagi kesehatannya dan ini harus dibuktikan dengan pernyataan dokter muslim yang terpercaya. Tapi yang lebih utama adalah tidak melakukan hal itu dan menerima rukhsah (keringanan) haidh, kemudian meng-qadha` puasa diluar Ramadhan.

KELUAR DARAH SETELAH SUCI

Tanya : Seorang muslimah haidh selama 7 hari. Setelah itu tidak keluar lagi kemudian ia mandi, shalat dan puasa. Tapi, tiba-tiba setelah 2 hari kemudian, kemudian keluar darah lagi selama sehari lalu bersih lagi, dan keluar lagi selama sehari juga. apa yang harus dilakukan?

Jawab : Pada saat haidh seorang muslimah tidak boleh shalat dan puasa. Kemudian ia mengqadha` puasanya selama waktu haidh. Sedangkan shalatnya tidak perlu diqadha`. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “Muadz berkata, ‘Saya bertanya pada Aisyah, bagaimana kondisi orang yang haidh, mengqadha puasa dan tidak mengqadha` shalat?’ Aisyah berkata, ‘Apakah Anda dari Haruriyah?’ Saya berkata, ‘Saya bukan dari Haruriyah, tapi saya bertanya.’ Berkata Asiyah, ‘Itu yang menimpa kami di bulan Ramadhan, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Muslim).

Jika telah bersih, lalu seorang muslimah melihat cairan kuning atau keruh maka ia tetap harus berpuasa dan berwudhu setiap masuk waktu shalat, karena itu adalah darah kotor (istihadhah). Jika khawatir darah keluar, sebaiknya ditutup . Sebagaimana diriwayatkan Ummu `Athiyah. “Kami tidak menganggap sedikitpun, kuning atau keruh (setelah suci).” (HR. Ibnu Majjah dan an Nasa`i).

KELUAR DARAH HAID SAAT PUASA

Tanya : Jika seorang muslimah yang sedang puasa kemudian keluar darah pada waktunya (waktu haid) tapi hanya beberapa tetes, kemudian setelah itu berhenti lagi, apakah dibolehkan untuk melanjutkan puasanya?

Jawab : Puasanya batal dan harus meng-qadha` di hari lain, karena darah itu adalah darah haid . Hadits Rasulullah SAW terkait masalah haid. Sebagaimanan diungkapkan `Aisyah,” kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Muslim).

KELUAR DARAH HAID SEBELUM MAGHRIB

Tanya : Seorang muslimah berpuasa, tiba-tiba beberapa detik sebelum maghrib keluar darah haid. Apakah puasanya batal atau tidak?

Jawab : Jika keluarnya sebelum maghrib walaupun beberapa detik saja, maka puasanya batal dan harus meng-qadhanya diluar Ramadhan.

SUNTIK DAN INFUS MEMBATALKAN PUASA?

Tanya : Seseorang yang sakit kemudian disuntik, baik suntik pengobatan maupun suntik infus, apakah puasanya batal?

Jawab : Suntik dengan jarum tidak membatalkan puasa. Namun, infus yang berarti mengisi zat makanan kedalam tubuh membatalkan puasa. Biasanya, orang yang diinfus adalah orang yang mengalami sakit cukup berat sehingga ia mendapatkan keringanan untuk berbuka.

KEGUGURAN SAAT BERPUASA

Tanya : Pada saat saya berpuasa di bulan Ramadhan, saya dalam keadaan hamil. Tapi tiba-tiba saya keguguran, namun saya tetap meneruskan puasa tersebut. Apakah sah puasa saya?

Jawab : Dalam Islam darah yang keluar dari rahim wanita hanya tiga jenis, yaitu darah haid, darah nifas dan darah kotor. Jika janin yang keluar sudah berbentuk, ada tangan, kaki dll, maka hukumnya adalah hukum melahirkan (nifas). Sehingga ia harus menunggu sampai bersih dari nifasnya atau sampai genap 40 hari, kemudian bersuci, shalat dan mengqadha puasa yang ditinggalkannya. Tapi jika darah yang keluar (belum berbentuk) maka dianggap darah kotor dan puasa yang dilakukannya tidak batal dan dapat dilanjutkan.”Pada masa Rasulullah SAW para wanita yang sedang menjalani nifas menahan diri selama empat puluh hari atau empat puluh malam” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

JARAK PERJALANAN YANG MEMBOLEHKAN BUKA PUASA

Tanya : Saya ingin meminta penjelasan mengenai jarak perjalanan yang membolehkan seseorang musafir berbuka puasa?

Jawab : Jarak perjalanan yang membolehkan seorang musafir berbuka puasa sama dengan jarak perjalanan yang membolehkan diqasharnya shalat 4 raka`at, yaitu sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai penduduk Makkah janganlah kalian mengqashar shalat kurang dari 4 burd dari Makkah ke Ashfahan,” (HR. Thabrany dan ad Daraquthny). Adalah Ibnu Umar ra dan Ibnu Abbas ra mengqashar shalat dan buka puasa pada perjalanan yang menempuh jarak 4 burd yaitu 16 farsakh. Ibnu Abbas menjelaskan jarak minimal dibolehkannya mengqashar shalat yaitu 4 burd atau 16 farsakh. 1 farsakh=5541 m. Berarti 16 farsakh=88,656 km. Begitulah yang dilaksanakan sahabat seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Pendapat inilah yang diyakini mayoritas ulama seperti Imam Malik, Imam Syafi`id an Imam Ahmad serta pengikut ketiga Imam tersebut.

Perlu diketahui, hal-hal yang berkaitan dengan takaran, timbangan dan jarak serta hitungan adalah bersifat tauqifiyah (menerima langsung dari Rasulullah SAW). sahabat tidak mungklin berijtihad dalam masalah ini dan para sahabat yakin bahwa Rasulullah saw tidak melakukan shalat qashar, jamak dan buka puasa dibawah jarak tersebut.

MUNTAH, BATALKAH PUASA?

Tanya : Saya pernah muntah disiang hari di bulan Ramadhan. Apakah puasa saya batal?

Jawab : Jika muntah tersebut disengaja, maka puasa saudara batal. Tapi jika tidak sengaja, maka puasa saudara tidak batal. Sabda Rasulullah saw,”Siapa yang tidak sengaja muntah saat puasa, maka tidak ada kewajiban qadha, tapi siapa yang sengaja muntah, maka baginya wajib qadha (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa`i, Ibnu Majah dan Hakim)

MENINGGAL DAN BELUM BAYAR PUASA

Tanya : Apa hukumnya jika seorang muslim sakit di Bulan Ramadhan lalu meninggal dunia dan belum sempat membayar puasa. Apakah yang harus dilakukan oleh keluarganya?

Jawab : Jika dia sakit dan kemudian sembuh tapi tidak sempat puasa, maka walinya membayar dengan puasa, Sebagaimana sabda Nabi saw,”Siapa yang meninggal dan punya utang puasa maka walinya membayar puasa (HR. Bukhari dan Muslim)

Tapi jika dia sakit sampai meninggal maka keluarganya harus membayar fidyah dengan memberi makan kepada fakir miskin sebanyak puasa yang ditinggalkannya,

sebagai mana yang disebutkan oleh riwayat mauquf dari Ibnu Umar, ” Siapa yang meninggal dan punya utang puasa maka hendaknya memberi makan setiap kali puasa seorang miskin, ” (Riwayat Tirmizi)

BERSIH DARI HAID SEBELUM SUBUH

Tanya : Bagaimana jika seorang wanita yang bersih dari haid sebelum subuh, apakah ia wajib berpuasa?

Jawab : Dia harus berpuasa, walaupun belum mandi junub dapat diakhirkan dan tidak

mempengaruhi puasanya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadist, ” Adalah Rasulullah saw, mendapatkan waktu fajar, padahal masih junub dari berhubungan dengan istrinya, kemudian beliau mandi dan puasa, ” (HR Bukhari dan Muslim)

MENCICIPI HIDANGAN DI BULAN PUASA

Tanya :Bolehkah seorang wanita yang sedang berpuasa Ramadhan mencicipi hidangan tapi tidak sampai ditelan ?

Jawab : Di bolehkan bagi wanita muslimah yang memasak dan mencicipi masakan di siang hari Ramadhan asalkan tidak sampai di telan.

KELUAR DARAH DARI HIDUNG ATAU GUSI DAN NENELAN AIR LIUR

Tanya : Seandainya pada saat saya puasa kemudian keluar darah dari hidung atau

dari gusi, apakah puasa saya batal? Selain itu, pada saat air liur saya keluar, terutama pada saya sedang shalat, lalu saya menelan air liur tersebut. Apakah puasa saya batal?

Keluar darah dari hidung atau gusi tidak membatalkan puasa. Demikian juga hanya menelan air liur, walaupun banyak, tidak membatalkan puasa. Tapi jika berbentuk dahak , sebaiknya di buang. Wallahu a”lam

—————

Sumber: Tarhib dan Panduan Ramadhan, Dr. Salim Segaf al-Jufri

0 komentar:

Posting Komentar